Ahlan Wa Sahlan




Assalamu'alaikum, sahabat. Silahkan melihat - lihat !! Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Wassalam.

Sabtu, 09 Januari 2010

QANA'AH

Qana’ah (rela dan menerima pemberian Allah Subhanallah Wata’ala apa adanya) adalah suatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi orang yang diberikan taufiq dan petunjuk serta dijaga oleh Allah Subhanallah Wata’ala dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.
Namun, meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya bisa menekan sifat tamak dan membimbingnya menuju sikap zuhud dan qana’ah. Berikut ini beberapa kiat menuju qana’ah yang jika kita laksanakan maka dengan izin Allah Subhanallah Wata’ala seseorang akan merealisasikannya :
1. Memperkuat keimanan kepada Allah Subhanallah Wata’ala
Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah Subhanallah Wata’ala karena hakikat kaya itu ada di dalam hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun fia tidak mendapatkan makan di hari itu.
Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memiliki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.
2. Yakin bahwa rizki telah tertulis
Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu anhu, disebutkan sabda Rasulullah Sholallahu alaihi wassalam diantaranya, “Kemudian Allah Subhanallah Wata’ala mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Seorang hamba hanya diperintahkan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah Subhanallah Wata’ala yang memberikan rizkinya dan bahwa rizkinya telah tertulis.
3. Memikirkan ayat-ayat Al-Quran yang Agung
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah yang apabila Aku membacanya di sore hari maka aku tidak akan peduli atas apa yang akan terjadi padaku sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari, maka aku tidak akan peduli dengan apa Aku akan berpagi-pagi, yaitu surah Fathir : 2 , Yunus : 107 , Huud : 6 , Ath-Thalaq : 7.
4. Ketahui hikmah perbedaan rizki
Diantara hikmah Allah menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar-menukar manfaat, tumbuh aktifitas perkonomian, serta agar antara satu dengan yang lain saling memberikan pelayanan dan jasa.
5. Banyak memehon qana’ah kepada Allah
Rasulullah adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah diberikan rasa qana’ah, beliau berdoa, “Ya Allah berikan Aku sifat qana’ah terhadap apa yang telah engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR. Al-Hakim). Dan karena saking qana’ahnya beliau tidak meminta kepada Allah melainkan sekedar cukup untuk kehidupan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Bukhari Muslim dan At-Tirmidzi)
6. Menyadari bahwa rizki tidak diukur dengan kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak bergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktifitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab datangnya rizki, namun bukan ukuran secara pasti.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
7. Melihat ke bawah dalam hal dunia
Dalam urusan dunia hendaknya kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada orang yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Rasulullah, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian itu lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya.
8. Membaca kehidupan para shahabat dan orang-orang terdahulu
Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperoleh harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari betapa beratnya pertanggungjawaban harta
Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemiliknya jika dia tidak mendapatkannya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.
Ketika seorang hamba ditanya tentang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab 2 kali, yakni dari mana dia mendapatkannya dan kemana dia membelanjakannya. Hal ini menunjukan beratnya orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibandingkan orang yang lebih sedikit hartanya.
10. Melihat realita bahwa orang fakir dan orang kaya tidak jauh berbeda
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan oleh orang fakir. Tidak mungkin si kaya makan lebih dari 50 piring bukan…meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan si kaya memiliki seratus potong baju maka si kaya hanya memakai sepotong saja bukan…sama yang dipakai oleh orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak ia manfaatkan maka itu relative (nisbi).
Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda Radiyallahu anhu “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian dan kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kamipun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedangkan kita terbebas darinya.”